Glover
dan Ronning (1996) mengatakan bahwa psikologi pendidikan mencakup topik-topik
yang berkisar pada perkembangan manusia, perbedaan individual, pengukuran
belajar, motivasi dan pandangan pendidikan humanistik, baik yang didasarkan
pada data empiris maupun teori.[1]
Prestasi
belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap peserta didik jika mereka dapat
belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan.
Namun, ancaman, hambatan dan gangguan pasti dialami oleh peserta didik tertentu
sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Pada tingkatan tertentu ada
peserta didik yang bisa mengatasi kesulitan belajarnya tampa harus melibatkan
orang lain. Tetapi pada kasus-kasus tertentu karena anak didik belum mampu
mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan orang lain sangat diperlukan.
Kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik bermacam-macam seperti,
dilihat dari jenis kesulitan belajar, mata pelajaran yang dipelajari, sifat
kesulitannya dan segi faktor penyebabnya. Dapat disimpulkan bahwa kesulitan
belajar adalah suatu kondisi dimana peserta didik tidak dapat belajar secara wajar,
disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.[2]
Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar meliputi faktor gangguan psiko-fisik pada peserta
didik seperti : Bersifat kognitif (ranah cipta), seperti rendahnya kapasitas
intelektual/inteligensi peserta didik, Bersifat afektif (ranah rasa), seperti
labilnya emosi dan sikap, Bersifat psikomotor (ranah keras) seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
Sedangkan faktor ekstern meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar peserta didik seperti: Lingkungan
keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan orang tua ayah dan ibu, dan
rendahnya ekonomi keluarga, Lingkungan
Masyarakat, contohnya: pergaulan dilingkungan sekitar, Lingkungan sekolah,
contohnya: kondisi lingkungan sekolah, kondisi guru serta alat belajar yang
berkualitas rendah. Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula
faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar pada peserta didik.
Faktor-faktor ini dipandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom psikologi
berupa learning disability
(ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulakn kesulitan belajar peserta
didik.[3]
Teori
kepribadian yang pernah diungkapkan Maslow (1970), berdiri diatas sejumlah
asumsi dasar tentang motivasi. Pertama, melakukan pendekatan holistis terhadap
motivasi yaitu seluruh orang, bukan satu bagian atau fungsi tunggalnya saja
yang termotivasi. Kedua, motivasi bersifat kompleks, artinya perilaku seseorang
dapat muncul dari beberapa motif yang terpisah. Ketiga, manusia termotivasi
secara terus-menurus oleh satu kebutuhan. Keempat, semua orang dimana pun termotivasi
oleh kebutuhan-kebutuhan yang sama. Kelima, motivasi adalah kebutuhan dapat
disusun dalam bentuk hierarki. Motivasi adalah suatu perubahan energi didalam
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari
aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya
dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk tujuannya.[4]
Belajar
merupakan suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki
melalui serentetan reaksi atau situasi yang terjadi. Dalam proses belajar,
motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam
belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang melakukan aktivitas
belajar secara terus menerus tanpa motivasi dari luar dirinya merupakan
motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas belajar. Namun seseorang
yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya
merupakan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan
bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subjek belajar.
Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan
aktivitas belajar terus-menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu
ingin maju dalam belajar. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar seperti:
Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar, Motivasi
intristik lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik dalam belajar, Motivasi
berupa pujian lebih baik dari pada hukuman, Motivasi berhubungan erat dengan
kebutuhan dalam belajar, Motivasi dapat memupuk Optimisme dalam belajar,
Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.[5]
Fungsi
motivasi dalam belajar yaitu, sebagai pendorong belajar, sebagai penggerak
perbuatan dan sebagai pengarah perbuatan. Cara belajar yang efektif dan
efisien, belajar efektif adalah cara belajar yang sesuai dengan kondisi
personal pembelajaran, baik dari segi metode, penggunaan tempat, ataupun penggunaan
waktu. Sedangkan belajar efesien adalah cara belajar yang meminimalkan usaha
tetapi mendapatkan hasil yang maksimal. Upaya meningkatkan motivasi belajar
yaitu, Menggairahkan peserta didik, Memberikan harapan realistis, Memberikan
insentif dan Mengarahkan perilaku peserta didik.[6]
[1] Nyanyu
Khodijah, 2014. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 21, cet II
[2] Syaiful
Bahri Djamarah, 2011. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 233-234, cet III
[3] Ibid,
hal 175-176
[4] Yudrik
Jahja, 2011. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia, hlm. 65, cet I
[5] Ibid,
hal 153-155
[6] Makmun
Khairani, 2016. Psikologi Umum.
Jakarta: Aswaja Pressindo, hlm. 187-188, cet II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar